tag:blogger.com,1999:blog-89353789129384979392024-02-19T03:31:16.959-08:00Cerita GopekMardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.comBlogger36125tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-4948502095113623262017-10-04T01:36:00.003-07:002017-10-04T01:36:51.648-07:00Sarjana Pulang KampungMak Menah yang tinggal di Desa Lambur Dalam sudah berumur lebih dari 50 tahun. Anak satu-satunya masih berusia 7 tahun. Karunia Allah di usianya yang menginjak kepala 4, dia baru dikaruniai anak setelah menikah bertahun-tahun. Ditinggal suami pertama dan nyaris suami kedua.<br />
"Boy sudah masuk SD, aku ditegur ibu gurunya, Boy belum bisa baca tulis. Kalau mau naik kelas Boy harus bisa baca tulis. Di sekolah katanya ibu guru memberikan les tambahan. Tapi di rumah Boy juga harus belajar baca tulis." Mak Menah mendatangi warungku pagi itu dengan tergopoh-gopoh. Aku sarjana Pertanian dari kota yang baru diwisuda dua bulan lalu. Kembali ke desa, aku berwirausaha. Walaupun bapak ibu menginginkan aku jadi pegawai negeri. Tetapi aku ingin menjadi petani saja, bukankah aku disekolahkan di jurusan pertanian, tentunya aku harus jadi petani, bukan pegawai negeri, tapi Bapak Ibu sibuk menyuruhku ikut tes CPNS.<br />
"Sini biar aku yang mengajar Boy. Kalau pulang sekolah, suruh Boy main ke warung."<br />
"Tapi Boy malu katanya. Katanya lagi, biar Mak saja yang belajar sama Bang Rohim, nanti ajarkan aku setelah Bang Rohim bisa mengajarkan Mak baca tulis."<br />
Aku melongo. Pikirku kurang ajar betul Boy bersikap begitu pada Mak Menah. Tapi Mak Menah sekali lagi meyakinkanku.<br />
"Ajarkan saja Mak, Him. Biar emak bisa mengajarkan Boy. Kasihan pula dia kalo pulang sekolah harus belajar lagi kemari. Biarlah siang dia bermain bersama teman-temannya, nanti malam biar emak yang mengajarkan dia sehabis emak belajar denganmu Him. Lagipula emak juga tidak punya banyak kerja, biarlah emak membantu warung jualan pupukmu, tak perlu engkau bayar emak ni, cukup kau ajarkan emak baca tulis sampai pintar."<br />
Ya, pikirku tidak ada salahnya. Toh, tawaran yang saling menguntungkan. Aku juga butuh pegawai, syukur-syukur pegawai yang gratisan. Kadang aku perlu ke kota untuk membeli pupuk atau racun tanaman.<br />
"Baiklah, Mak."<br />
"Kapan bisa emak mulai belajar?"<br />
"Besok."<br />
"Kenapa tidak hari ini saja?"<br />
Aku mengangguk ragu-ragu, "I-Iya, bisa.."<br />
Mak Menah langsung menarik salah satu bangku di depanku. mengeluarkan sebuah buku yang digulung-gulungnya dan diselipkannya dibalik baju, tidak lupa sebatang pensil dan sebuah penghapus. Mak Menah tersenyum sangat lebar padaku.<br />
Aku pun ikut tersenyum. Mulailah hari itu aku mengajarkan Mak Menah baca tulis.<br />
Sudah tiga hari berturut-turut Mak Menah rutin datang ke warung. Biasanya sendiri, tetapi kali ini tidak. Dia bersama dengan Mak Timah.<br />
"Maaf, Him. Kemarin emak cerita sama Timah, kalau engkau mengajarkan aku baca tulis. Walaupun aku baru tahu A, B, sampai C. Tapi rasanya aku bangga betul menyadarinya. Mendengar itu Timah bertanya, mungkinkah engkau menambah pegawai dengan upah diajarkan baca tulis, Him?"<br />
Aku hanya mengangguk. Semenjak hari itu, aku punya dua pegawai sukarela.<br />
Seminggu berjalan, Mak Menah dan Mak Timah membawa tiga orang perempuan paruh baya lain. Aku kenal mereka, Mak Sargawi, Mak Ucup, dan Mak Ogik. Dengan malu-malu mereka mendaftarkan diri menjadi pegawai di warungku dengan upah diajarkan baca tulis selayaknya Mak Menah dan Mak Timah. Aku tidak bisa menolak, karena pikirku tidak ada ruginya untukku. Bahkan sekarang aku bisa sedikit santai, karena banyak tenaga yang membantuku di warung.<br />
Lama kelamaan, warungku makin ramai didatangi perempuan paruh baya yang mau belajar baca tulis. Sehingga kelas baca tulis pun berpindah ke halaman warung.<br />
Tanpa sengaja Pak Kades melewati warung pertanianku, dia mampir dan menyapaku. "Wah, sekarang buka privat baca tulis juga Nak Rohim?"<br />
Aku tertawa. "Tidak Pak Kades. Ini kelas gratis. Siapapun boleh belajar baca tulis di sini."<br />
Pak Kades menepuk bahuku. "Bagus Nak Rohim."<br />
Besoknya, tidak lagi ibu-ibu yang mendatangi warungku, tetapi bapak-bapak juga. Mereka ingin ikut belajar membaca dan menulis sesuai pengarahan pak Kades. Walaupun tidak tiap hari, karena mereka harus berladang, tetapi mereka tetap ingin belajar.<br />
Tanpa kusadari, berjalannya waktu, warungku semakin dipadati pengunjung. Dari yang ingin belajar baca tulis hingga berbelanja ke warung. kegiatan belajar pun makin meningkat, tidak hanya baca tulis, tetapi aku juga memberikan penyuluhan pertanian. Kupikir dengan melakukan hal tersebut maka secara tidak langsung aku mempromosikan barang-barang yang kujual.<br />
Tetapi, tanpa kuduga, sore itu Pak Ujang, pegawai kantor desa datang berkunjung ke warungku. "Apa kabar, Him? Semakin sukses saja jualanmu."<br />
"Alhamdulillah, Pak Ujang."<br />
"Berarti cukup modalmu buat maju nyalon kades tahun depan?"<br />
Aku terbatuk mendengar penuturan Pak Ujang.<br />
"Wah, saya ga ngerti politik, Pak Ujang."<br />
"Hampir separuh warga desa kita mengumpul di warungmu setiap hari. Pasti kamu punya peluang untuk dipilih, Him. Kita butuh generasi muda yang agresif, inovatif, dan kreatif, biar desa kita maju. Alhamdulillah, semenjak kamu pulang dari kota, mengajar bapak-bapak dan ibu-ibu di sini baca tulis, angka buta huruf di desa kita drastis menurun."<br />
Aku langsung mengangkat tangan sambil tertawa. "Pak Ujang kayaknya obrolan kita ketinggian deh. Saya ga ngerti calon-mencalon begitu. Saya cuma begini ini, Pak."<br />
"Tapikan kamu sarjana. Di desa kita ini, sedikit sekali sarjana. Apalagi sarjana macam kamu."<br />
"Memang saya sarjana macam apa?"<br />
"Idolanya ibu-ibu desa ini. Kata Mak Menah, setiap emak di kampung ini sedang menunggu Nak Rohim melamar anak gadis mereka."<br />
Aku semakin keras tertawa.<br />
"Kamu itu sudah memegang suara paling penting. Suara ibu-ibu. Sekali mereka berkata akan memilih kamu. Pasti mereka tidak akan berdusta. Bayangkan saja Nak Rohim. Jumlah Perempuan dan laki-laki di kampung kita ini seimbang. Sementara kamu sudah menggenggam erat suara perempuan."<br />
Aku tak dapat menanggapi dengan kata-kata. Kudengar suara tawaku terus membahana.<br />
"Ah, saya tidak mau maju jadi Kades, Pak Ujang. Saya mau maju jadi anggota dewan di kabupaten saja..." kelakarku di penghujung pembicaraan kami.<br />
Tapi ternyata itu malapetaka. Pak Kades yang kini mendatangi warungku. "Wah, semakin sukses saja ya Nak Rohim. Apalagi dengar Bapak, Nak Rohim mau nyalon DPRD..."<br />
Aku menepuk jidat.<br />
"Ah, tidak benar itu Pak Kades. Saya cuma berkelakar dengan Pak Ujang. Saya ingin jadi petani yang profesional saja, Pak. Seperti Bob Sadino. Pengusaha di bidang pertanian dan peternakan."<br />
"Bagus juga kalau bisa terjun ke politik."<br />
Aku bersikap seperti biasa, tertawa.<br />
"Tidak, Pak Kades. Biarlah saya fokus di bidang saya saja. Biar orang yang lebih kompeten di politik yang terjun ke dunia calon mencalon itu."<br />
"Eh, salah kalau kamu pikir begitu. Yang mencalon jadi Kades, anggota dewan bahkan bupati itu harus orang yang memiliki visi dan misi. Bukan sekedar kompeten sebagai politisi."<br />
"Maaf, Pak Kades. Saya sama sekali ga ngerti yang namanya politik. Saya tidak akan tertarik."<br />
Pak Kades cukup lama di warungku. Hampir matahari tergelincir dia baru pamit.<br />
Beberapa hari kemudian sebelum warga datang belajar, Pak Marto Pengurus ranting partai datang mengunjungiku. Lelaki berpenampilan nyentrik itu menepuk-nepuk bahuku dan menyalamiku dengan begitu erat.<br />
"Nak Rohim. Kamu memang pantas dikaderkan. Kamu itu pemuda yang punya nilai untuk diperjuangkan. Kami siap memberikan kamu perahu kalau kamu bersedia."<br />
Aku tersenyum.<br />
"Bagaimana, kamu pasti tertarik?"<br />
Aku menutupi kekikukanku dengan tertawa, "Sepertinya Pak Marto terlalu tinggi menilai saya. Saya ga ada apa-apanya, Pak. Bagaimana Bapak bisa begitu yakin menawarkan kepada saya. Lagi pula saya merasa tidak punya kemampuan di bidang politik."<br />
Pak Marto gantian tertawa, "Itu gampang. Semua bisa dipelajari."<br />
"Tapi, maaf Pak Marto, Saya belum kepikiran untuk ke sana."<br />
"Kamu menolak?"<br />
"Untuk saat ini, belum dulu Pak Marto."<br />
"Lalu, buat apa kamu buka les gratis baca tulis?"<br />
"Ya, karena Mak Menah dan kawan-kawan beliau yang meminta."<br />
"Lalu?"<br />
"Ya, itu. Karena permintaan mereka."<br />
"Keuntungannya buat kamu?"<br />
"Mereka membantu saya di warung."<br />
"Waduh, Nak Rohim. Suara mereka itu sangat berharga. Kamu harus memanfaatkan peluang itu. Untuk kemajuan desa ini. Kalau ga pemuda macam kamu, siapa lagi yang akan memajukan desa kita?"<br />
"Mungkin saya melalui jalur yang berbeda saja, Pak Marto. Insyaallah, melalui wirausaha, saya akan beusaha memajukan desa."<br />
"Walah, kamu salah,..."<br />
"Maaf kalau saya salah, tapi saya lebih baik mengeluti bidang yang saya pahami dulu sebelum saya memasuki bidang lain yang sama sekali tidak saya tahu. Saya sarjana pertanian, Pak Marto. Saya rasa ilmu saya lebih berguna apabila bersentuhan langsung dengan warga."<br />
Pak Marto mengatup mulutnya sambil mengangguk-angguk.<br />
"Baiklah, Nak Rohim. Kamu hanya butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Kalau kamu tertarik, tentu kamu tahu dimana harus mendatangi saya?"<br />
Aku mengangguk. Pak Marto pamitan ketika melihat rombongan Mak Menah dan ibu-ibu lain mulai mendatangi warungku. Pak Marto melangkah meninggalkan warung dengan jeep merahnya.<br />
Mak Menah menepuk bahuku wajahnya tampak cemas, "Jadi nyalon, Him?"<br />
Aku mengerutkan kening. "Nyukur rambut di salon?"<br />
"Nggak, yang pasang baleho gede-gede itu. Pake dasi. terus ada tulisannya, Coblos..."<br />
Aku menggeleng.<br />
"Oh, syukurlah." Mak Menah mengelus dadanya.<br />
"Boy sudah bisa membaca, Him. Cuma masih belum fasih menulis." cerita Mak Menah lagi.<br />
"Oh, bagus kalau begitu."<br />
"Siti juga sudah bisa membaca dan menulis, Him. Emak sendiri yang mengajarnya." celetuk Mak Timah bangga. Mak Menah hanya mencibir.<br />
Aku tersenyum melihat tingkah mereka.<br />
"Ya, sudah... Dibuka lagi bukunya. Halaman berapa lagi pelajaran kita hari ini?"<br />
"Wah, bukunya ga pakai halaman, Him..." celetuk Ibu yang lain.<br />
"Wah, ada kok." sahut ibu di belakangnya.<br />
"Buku apa toh?" tanya Mak Sargawi.<br />
Aku tersenyum melihat tingkah mereka.<br />
<br />Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-56024552795619465292017-09-30T23:09:00.001-07:002017-09-30T23:09:40.341-07:00Dhamasraya<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="background: white; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "georgia" , "times new roman" , serif;">Pada zaman dahulu, anak gadis
daerah Jambi dilarang turun dari rumah. Karenanya hampir tidak ada anak gadis
di daerah Jambi tidak bisa menenun. Dhamasraya juga pandai menenun sebilah
bahkan berbilah-bilah songket. Sangking rajinnya, tidak pernah <i>gedogan<a href="file:///C:/Users/USER/Downloads/Dhamasraya.docx#_ftn1" name="_ftnref1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[1]</span></b></span><!--[endif]--></span></a></i>
Dhamasraya terlihat berhenti bekerja barang sehari pun. Cantik-cantik desain
songket yang mampu dihasilkan Dhamasraya hingga kemudian kemahsyuran desain
kain songketnya terdengar hingga ke telinga Putri Pinang. Kemudian sang Putri
menemui Dhamasraya dan memintanya untuk menenunkan sebilah kain songket yang
rencananya akan dipakai menemui Pangeran digdaya dari negeri seberang, Putri
Pinang berharap dengan mengenakan songket indah buatan Dhamasraya, Pangeran
idaman hatinya tersebut akan jatuh hati padanya.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="background: white; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "georgia" , "times new roman" , serif;">Dhamasraya bersedia membuatkan
dengan syarat Putri Pinang harus memakai songket itu di kepalanya dan tidak
berkata satu pun kebohongan ketika mengenakan kain buatannya tersebut, maka
niscaya akan semakin terpancarlah aura kecantikan sang Putri dan tunduklah hati
Pangeran padanya. Putri pun menyanggupi syarat tersebut.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: "georgia" , "times new roman" , serif;"><span style="background: white; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Pada hari yang telah dijanjikan,
Dhamasraya pun menyerahkan songket buatannya yang menyisipkan benang emas,
perak, tembaga, dan benang warna di atas benang <i>lungsin<a href="file:///C:/Users/USER/Downloads/Dhamasraya.docx#_ftn2" name="_ftnref2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[2]</span></b></span><!--[endif]--></span></a></i>. Dhamasraya
membuat M</span><span style="background: white; font-size: 10pt; line-height: 150%;">otif Angso Duo yang melambangkan Jambi
sebagai <i>Tanah Pilih Pesako Betuah<a href="file:///C:/Users/USER/Downloads/Dhamasraya.docx#_ftn3" name="_ftnref3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[3]</span></b></span><!--[endif]--></span></a></i>.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="background: white; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "georgia" , "times new roman" , serif;">Dhamasraya sendiri yang membentuk <i>tengkuluk<a href="file:///C:/Users/USER/Downloads/Dhamasraya.docx#_ftn4" name="_ftnref4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><b><span style="background-attachment: initial; background-clip: initial; background-image: initial; background-origin: initial; background-position: initial; background-repeat: initial; background-size: initial; font-size: 10pt; line-height: 115%;">[4]</span></b></span><!--[endif]--></span></a></i>
di atas kepala Putri Pinang dengan songket buatannya. Seketika, kecantikan
Putri Pinang menjadi bertambah berkali-kali lipat.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="background: white; font-size: 10pt; line-height: 150%;"><span style="font-family: "georgia" , "times new roman" , serif;">Tetapi, janji tak dapat dipegang. Putri Pinang terlupa
berkata jujur ketika Pangeran pujaan hatinya memuji keindahan motif songket tengkuluknya.
Putri Pinang bermaksud membuat sang Pangeran jatuh kagum padanya dengan sedikit
kebohongan, “Terima kasih, Baginda. Sehari semalam aku kerjakan membuat songket
ini demi menemui Baginda.” Dan seketika itu juga Putri Pinang berubah wujud
menjadi sebutir pinang.<o:p></o:p></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 150%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm; text-justify: inter-ideograph;">
<br /></div>
<div align="right" class="RTRTitlesub-titlelevel2lessonplan" style="line-height: 150%; text-align: right;">
<span style="font-family: "georgia" , "times new roman" , serif;"><i><span lang="EN-US" style="background: white; color: windowtext; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Topik: </span></i><i><span lang="EN-US" style="color: windowtext; font-size: 10pt; line-height: 150%;">Kain Tradisional<o:p></o:p></span></i></span></div>
<br />
<div>
<!--[if !supportFootnotes]--><span style="font-family: "georgia" , "times new roman" , serif;"><br clear="all" />
</span><br />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<br />
<div id="ftn1">
<div class="MsoFootnoteText">
<span style="font-family: "georgia" , "times new roman" , serif; font-size: xx-small;"><i><a href="file:///C:/Users/USER/Downloads/Dhamasraya.docx#_ftnref1" name="_ftn1" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height: 115%;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Gedongan, alat tradisional untuk menenun.<o:p></o:p></i></span></div>
</div>
<div id="ftn2">
<div class="MsoFootnoteText">
<span style="font-family: "georgia" , "times new roman" , serif; font-size: xx-small;"><i><a href="file:///C:/Users/USER/Downloads/Dhamasraya.docx#_ftnref2" name="_ftn2" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height: 115%;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></a>
<span style="background: white; color: #222222;">Benang</span><span class="apple-converted-space"><span style="background: white; color: #222222;"> </span></span><span style="background: white; color: #222222;">tenun yang disusun sejajar vertikal dan tidak bergerak (terikat di kedua
ujungnya).</span><o:p></o:p></i></span></div>
</div>
<div id="ftn3">
<div class="MsoFootnoteText">
<span style="font-family: "georgia" , "times new roman" , serif; font-size: xx-small;"><i><a href="file:///C:/Users/USER/Downloads/Dhamasraya.docx#_ftnref3" name="_ftn3" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height: 115%;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></a>
Bermakna, tanah yang terpilih untuk
menjadi pusat pemerintahan.<o:p></o:p></i></span></div>
</div>
<div id="ftn4">
<div class="MsoFootnoteText">
<i><span style="font-family: "georgia" , "times new roman" , serif; font-size: xx-small;"><a href="file:///C:/Users/USER/Downloads/Dhamasraya.docx#_ftnref4" name="_ftn4" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="line-height: 115%;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></a> Tengkuluk,Penutup kepala perempuan khas
Jambi. </span><o:p></o:p></i></div>
</div>
</div>
Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-91920609379674056572017-06-08T04:53:00.001-07:002017-06-08T04:53:26.915-07:00Wak Kocai Kaya Raya<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Tidak ada orang
yang percaya kalau Wak Kocai sekarang banyak harta. Semua orang di kampung
curiga dan bergunjing termasuk Wak Karim dan Bido Pidut kalau Wak Kocai pasti mencuri. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">“Mana ada orang
miskin bisa kaya!” Seru Wak Karim.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">“Iya, rumahnya kan
dulu gubuk reot. Kurang lebih seperti kita!” Seru Bido Pidut juga.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Mendengar
kasak-kusuk tetangga, Wak Kocai mengelus dada. Tapi ia tidak marah malah
mendatangi Makwo Sema, si tukang gosip
di Kampungnya.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">“Apa kabar,
Makwo Sema?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">“Kabar baik,
Wak Kocai! Dengar kabar awak sudah kaya raya sekarang!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">“Iya, Mak. Aku
tidak menyangka kaya itu mudah <i>nian</i>, Mak!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">“Mudah
bagaimana?”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">“Tiga hari tiga
malam aku berdoa memohon kepada Tuhan biar jadi orang kaya. Lalu satu karung
emas sudah ada di depan pintu rumahku, Mak. Makanya aku kaya raya!”<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Makwo Sema
percaya. Dia pun bercerita pada Wak Karim dan Bido Pidut.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Tiga hari tiga
malam Wak Karim mengkunci pintu rumahnya rapat-rapat. Begitu pula Bido Pidut. Mereka
berdoa tanpa putus. Seperti yang diperkirakan dalam cerita Wak Kocai, </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Bukkk! Bukkk!</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Doa khusyuk mereka terhenti seketika. Semacam benda besar menghantam pintu rumah. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Bergegas mereka masing-masing menuju pintu keluar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Sebuah karung
tiba-tiba telah bersandar di muka pintu rumah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">“Waduh! Kaya kita,
Bido Pidut!” Teriak Wak Karim senang.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">“Cepat dibuka,
Wak!” Teriak Bido Pidut lagi dari seberang rumah.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Dengan tidak
sabar Wak Karim membuka karung tetapi isinya penuh dengan buah pinang utuh.
Bukan emas. Dan secarik kertas.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<b><i><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Alhamdulillah, </span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><b><i>Saya sudah kaya raya
sekarang</i></b>
<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<b><i><span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Membaca tulisan
itu, Wak Karim jadi terpaku. Melihat tetangganya, Bido Pidut pun ikut membuka
karungnya dan menemukan tulisan yang sama. Keduanya kini sama-sama bergeming dengan kening berkerut.<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Tiba-tiba Wak
Kocai melintas dengan sepeda,<o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">“Apa kabar Wak
Karim, Bido Pidut,....Wah, tampaknya sudah terkabul doanya. Tidak susah bukan jadi orang kaya?”<o:p></o:p></span></div>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Wak Karim
dan Bido Pidut langsung kikuk. Wajah keduanya bersemu merah. tanpa banyak bicara mereka serentak masuk ke rumah masing-masing dan menutup pintu rapat-rapat.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">Semenjak hari itu, mereka tidak lagi berani
menghina Wak Kocai. Selain berdoa mereka pun mulai bersungguh-sungguh mengurus kebun
pinangnya yang sudah lama terbengkalai. <o:p></o:p></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-justify: inter-ideograph;">
<span style="font-family: Georgia, Times New Roman, serif;">(Selesai)</span></div>
Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-63476975563017010522017-06-07T09:00:00.000-07:002017-06-07T09:00:17.549-07:00Dibuka Lowongan: Penjaga SuaraPak Syargawi datang ke rumah. Dia bilang aku harus jadi petugas di TPS lagi. Ada pesanan dari Bapak dewan katanya.<br />
"Aku sudah tidak mau lagi, Pak." Jawabku.<br />
"Kenapa tidak mau? Kita tidak punya orang lagi buat jaga suara di situ."<br />
"Suruh saja Aminah."<br />
"Kenapa Aminah?"<br />
Aku diam.<br />
"Kau kok macam anak a-be-ge saja Martini. Masalah cinta ditolak, kau lalu jadi tidak profesional."<br />
Aku mengerutkan kening, "Apa aku ada ngomong cinta barusan?"<br />
"Gara-gara Bujang Pi'i memilih Aminah kan dibanding kau, makanya kau sudah tidak loyal lagi sama bendera kita."<br />
Aku menggeleng cepat-cepat. "Bukan."<br />
"Lalu karena apa?"<br />
"Aku sudah tahu dosa sekarang."<br />
Giliran Pak Syargawi yang mengerutkan kening. "Maksudmu?"<br />
"Cuma jadi tukang jaga suara orang terus. Giliran orang sudah duduk di dewan. Jangankan mengucap terima kasih, melirik saja najis."<br />
"Bujang Pi'i lagi maksudmu?"<br />
"Ya...Siapa aja lah. Orang yang merasa pernah ditolongi."<br />
"Kamu memang jago Martini. Makanya bendera kita selalu pengennya kamu yang di TPS."<br />
"Aku udah ogah, Pak. Dosa!"<br />
"Janganlah Martini. Demi bendera kita."<br />
"Memang bapak mau gantiin saya di neraka?"<br />
Pak Syargawi mesem-mesem diancam begitu.<br />
"Saya sudah rajin ikut pengajian Pak Haji Muslim, Pak. Katanya, main-main dengan suara titipan orang dosa. Ga berkah hidup di dunia akhirat, Pak."<br />
"Aku janji carikan kamu jodoh kalo kamu masih mau jaga TPS."<br />
"Yeee,...amit-amit, Pak. Meski saya perawan tua, tapi saya ga banting harga. Apalagi mau buat dosa lagi demi dapat jodoh. Kalau kemaren saya mau karena saya tidak tahu. Kalau sekarang, saya udah insaf."<br />
Pak Syargawi mengeluarkan sesuatu dari kantung celananya. cukup tebal. sebuah amplop coklat.<br />
"Ambillah, mana tahu bisa buat pertimbangan." Pak Syargawi setelah itu langsung ngeloyor pergi.<br />
***<br />
Tiga hari kemudian Pak Syargawi datang lagi. Mukanya nampak kesal.<br />
"Kenapa dikembalikan?" Pak Syargawi menyodorkan amplop tebal coklat yang tiga hari lalu aku kembalikan kepada Aminah.<br />
"Sudah saya coba pake uang itu buat nyogok Rokib sama Atid, ga mau mereka, Pak. Terus aku coba juga ke malaikat pencabut nyawa, dia malah ngomong, Ga usah duit, ga level..."<br />
Pak Syargawi tertawa, "Mungkin malaikat maut butuh modal gede, Tin. Makanya ga cukup segepok. Satu truk!"<br />
"Ga Pak!" Kataku dengan ekspresi yakin. "Dia bilang, duit ga ada apa-apanya kalo buat nyogok beliau."<br />
"Siapa sih malaikat mautmu, Tin. Sombong amat!"<br />
"Ga sombong-sombong amatlah, Pak. Dia cuma punya permintaan satu aja."<br />
"Asal masuk akal aja, Tin dan yang penting kamu mau lagi jaga TPS."<br />
"Iya, Pak. asal penuhi dulu permintaannya."<br />
"Apa?"<br />
"Minta dikirimi Syargawi, katanya."<br />
Wajah Pak Syargawi langsung berubah.<br />
"Ah, kamu ini,... Maksudnya ngomong begitu apa?"<br />
"Malaikat maut itu bilang, yang namanya Syargawi paling juga tidak bisa lagi melewati malam ketiga. Makanya aku kudu ngingetin. Kalau ga percaya, Pak Syargawi disuruh nemuin sendiri Malaikat mautnya.."<br />
Pak Syargawi mencibirkan mulutnya, "Ya sudah. Kalau kamu memang tidak mau lagi tugas di TPS."<br />
Aku tersenyum jumawa. Pak Syargawi menoleh setengah manyun ke arahku sebelum pergi dengan membawa amplop coklat yang diberinya beberapa hari lalu.<br />
<br />
(Selesai)<br />
<br />Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-71735951573623565882017-01-15T10:19:00.001-08:002017-01-15T10:29:24.414-08:00KerasukanAku mau merepeti lagi suamiku yang baru pulang larut malam. Tetapi mulutku langsung dibungkamnya. Hidungnya langsung mengendus<br />
<br />
"Bisa jadi kau tidak cocok dengan rumah ini," sahut suamiku pelan.<br />
Aku mengerutkan kening.<br />
"Hawa mulutmu lain. Lakumu juga. Pasti kau kerasukan."<br />
Aku semakin mengerutkan kening.<br />
"Kau merasa lain tidak?"<br />
Aku menggeleng, "Biasa saja."<br />
"Dulu kau tidak suka merepet. Semenjak kita pindah rumah, tiap menit mulutmu tidak bisa bicara baik."<br />
Aku melongo, "betul kah?"<br />
"Tuh kan. Benar. Kau kerasukan."<br />
"Jangan menakut-nakuti."<br />
"Tidak, aku tidak menakut-nakuti."<br />
Aku berpikir.<br />
"Sudah. Tidak usah bengong. Kalau kau sering bengong pikiranmu jadi kosong. Kau bakal benar-benar dirasuki."<br />
Aku mengerjap-ngerjapkan mata.<br />
"Kalau kau tidak percaya. Lihat saja perempuan di pantulan cermin di depanmu."<br />
Aku langsung menatap cermin yang pas tergantung di hadapanku.<br />
"Aku tidak melihat siapa-siapa."<br />
"Sungguhkah?"<br />
"Iya. Sungguh."<br />
"Coba kau lihat baik-baik."<br />
Aku memandangi cermin tanpa kedip, "Kau hanya bermaksud menakutiku kan?"<br />
"Coba kau mendekat ke cermin itu, dan sebutkan HAAA.. di permukaannya."<br />
Aku mengikuti.<br />
"Kau cium aroma mulutnya kan?"<br />
Aku mengerutkan kening menatap suamiku.<br />
"Bau jengkol?"<br />
Aku mengangguk.<br />
"Lah, itulah hantunya!"<br />
"Maksudmu?"<br />
Suamiku tertawa.<br />
Aku meraba mulutku yang baru bersendawa semur jengkol.<br />
Aku tidak jadi merepet malam ini.<br />
<br />
(Selesai)<br />
<br />
<br />
<br />Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-27952302880473152402016-03-14T22:55:00.002-07:002016-03-14T22:55:07.481-07:00SILAHKAN KUNJUNGI BLOG SAYA <a href="http://mardiana-kappara.blogspot.co.id/" target="_blank">mardiana-kappara.blogspot.com</a>Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-45672669756158367712013-01-25T00:04:00.000-08:002016-03-15T02:53:57.705-07:00Matamu"Mana matamu?"<br />
"Mataku?"<br />
"Iya. Matamu."<br />
"Bukannya di kepala."<br />
"Tidak ada."<br />
"Ah, masa."<br />
"Lihatlah cermin kalau kau tidak percaya."<br />
"Aah,... baru aku ingat. Tadi malam aku lepas. Karena mata ini isteriku tidak lagi percaya padaku. Katanya aku selingkuh mata dengan janda sebelah rumah. Tapi aneh, pas mataku itu tidak di kepala, isteriku malah menangis. katanya, <i>mana matamu?</i>... Lalu kujawab saja, <i>sudah tidak lagi denganku</i>, <i>biar aku tidak lagi kau tuduh selingkuh mata. Tanpa mata aku kan tidak bisa selingkuh</i>. Tambah keras dia menangis. Aneh bukan?"<br />
<br />
(Selesai)<br />
<br />Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-41193150144070193282013-01-24T21:27:00.002-08:002016-03-15T01:03:32.299-07:00Tendri<br />
<div style="text-align: justify;">
Seharusnya Tendri tidak lagi mengikutiku. Usiaku bukan lagi 8 tahun. Aku sudah cukup dewasa untuk berpikir realistis. Tidak perlu lagi teman khayalan, terutama untuk menyambut ulang tahunku yang ke-30. </div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tetapi pagi ini memang kurang aja. Tendri dengan wajah <i>sengak, </i>membangunkanku dari tidur. Sama sekali tanpa merasa dosa.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Perawan tua! Bangun!" Teriaknya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Otomatis aku tersentak kaget dari alam mimpi.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Subuhmu sudah 3 jam lalu kau lewatkan. Jam berapa lagi kau akan bangun?" Ocehnya menarik selimutku dan melipatnya dengan kasar.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Tendri?"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Tidak usah pura-pura kaget. Kau memanggilku. Ada apa?"</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku mengerutkan kening, "Aku tidak ..."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Sudah lebih dari 20 tahun kau masih membutuhkan aku?"</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku jadi kesal dengan gayanya, "Hei! Manusia planet! Aku tidak pernah memanggilmu. Lagi pula sekarang ulang tahunku yang ke-30 dan kau tiba-tiba datang seperti emak-emak yang sudah lama tidak merepet pada anaknya." Aku turun dari tempat tidur dan langsung mengambil peralatan mandi. Kubuka pintu kamar dan membiarkannya di dalam.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Sesaat di luar, aku tersadar dengan permohonanku tadi malam. Aku kembali masuk ke dalam kamar. "Aku tadi malam memang berdoa. Tapi aku tidak bermaksud memanggilmu. Aku meminta Tuhan mengirimkan aku laki-laki. Ya, seorang laki-laki..."</div>
<div style="text-align: justify;">
Tendri mengerutkan kening menatapku, "Laki-laki? Buat apa?"</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku termenung. "Ah, sudahlah. Kau masih anak-anak. Kau tidak akan mengerti." Kuraih kembali gagang pintu. Bermaksud keluar.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
Tiba-tiba bel rumah berbunyi.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ada tamu!" Teriak Tendri.</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku tidak menyahut. aku bergegas menuju pintu ruang tamu dan menguaknya, Seorang lelaki berdiri di sana.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kamu Tantri?"</div>
<div style="text-align: justify;">
Lelaki itu terlalu tampan untuk dideskripsikan. Wajahnya khas lelaki. Rahang keras dan mata setajam elang.</div>
<div style="text-align: justify;">
"I-Iya,..."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Ada paket," dia melirik buket bunga yang dibawanya. Mawar merah. Kata orang tanda cinta.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kirim paket?" tanyaku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya." dia menyerahkan buket bunga tersebut padaku. "Paketnya belum dibayar." Ujar lelaki itu lagi.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Dibayar?"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya. Tiga kali ciuman. Pipi kiri. Pipi Kanan. Dan satu kali di bibir." Ujarnya menunjuk pipi dan bibirnya.</div>
<div style="text-align: justify;">
Wajahku langsung dibuat merah, "Jangan kurang ajar ya!"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Saya tidak kurang ajar. memang biasa begitu."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Siapa yang mengirimkan paket ini?"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Saya."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Iya. Tapi oleh siapa?"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kan ada dipaketnya."</div>
<div style="text-align: justify;">
Kubaca data pengirim. Dan tertulis dengan jelas. TENDRI.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Bukannya kau butuh laki-laki. Sudah aku paketkan laki-laki. Sekarang kau malah bingung. Kamu itu aneh, minta laki-laki kok sama aku." Tendri tiba-tiba muncul di sampingku.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Laki-laki ini namanya Mario. Dia laki-laki khayalan. Seperti khayalanmu toh!" Ucap Tendri. Kutatap lelaki di depanku. Dia sebuah paket dari Tendri. Laki-laki khayalan yang selalu aku minta dalam mimpi. Kini menjelma jadi nyata.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Kenapa bengong. Lelaki khayalanmu sudah datang. Terima dia apa adanya."</div>
<div style="text-align: justify;">
Aku terpaku. Diam.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Pantas saja beberapa tahun ini aku tidak bisa tidur. Kau terus merengek padaku."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Aku tidak pernah merengek padamu."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Berapa lelaki yang sudah kau tolak demi menunggu kedatangan Mario?"</div>
<div style="text-align: justify;">
"Aku tidak pernah bermaksud,..."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Tantri, Tantri, ... Sudah 30 tahun pun kau masih suka berkhayal dan mengada-ada. Memang ada teman khayalan yang nyata? Begitu juga lelaki khayalan. <i>Wake up, girl!</i> Jangan kebanyakan nonton film korea." Tendri menguap.</div>
<div style="text-align: justify;">
"Aku pulang. Kalau bisa jangan panggil aku lagi. Malu sama umur."</div>
<div style="text-align: justify;">
"Tendri!" Panggilku.</div>
<div style="text-align: justify;">
Tendri hanya mengangkat tangannya lalu menghilang.</div>
<div style="text-align: justify;">
Hanya ada aku dan entah apa juga ada Mario.</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
(Selesai)</div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
<br /></div>
Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-72719977235981951172012-09-12T01:12:00.000-07:002012-09-12T01:12:07.144-07:00Segmen Anak Masih Belum Tergarap PenulisIngin menjadi penulis, tentunya perlu menentukan segmen yang ingin
digarap. Walaupun penentuan ini bukanlah aturan mutlak yang tidak bisa
dilanggar seorang penulis. Tetapi seyogyanya, seorang penulis perlu
mengkhususkan diri pada bidang tertentu. Hal ini merupakan salah satu
metode pencitraan diri seorang penulis, agar masyarakat menjadi lebih
mudah mengenal seorang penulis.<br />
<br />
<br />
Selengkapnya baca di blog <a href="http://mardiana-kappara.blogspot.com/2012/08/segmen-anak-masih-belum-tergarap-penulis.html" target="_blank">Mardiana Kappara</a>.<br />
Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-3206604130278568302012-01-28T04:06:00.000-08:002012-01-30T04:55:58.694-08:00Belajar Dari Karya Yang Gagal. Benarkah?<i>“Ketika saya belajar dari yang buruk, saya menciptakan otentisitas sendiri.” </i><br />
<br />
<i>(G. Lini Hanafiah, <b>YUK NULIS! Mengurai benang kusut ide menjadi tulisan inspiratif</b>, 2009)<br />
<br />
</i>
Selama ini, para penulis ternama menyarankan kepada penulis-penulis
pemula untuk belajar dari karya-karya sastra maestro agar dapat
menghasilkan karya yang baik. Tetapi, suatu pernyataan berbeda kemudian
saya temukan di sebuah e-book gratis YukNulis.com yang ditulis oleh G.
Lini Hanafiah, seorang pemerhati sastra, teater, jurnalistik, dan dunia
kepenulisan. G. Lini Hanafiah mengatakan, mulailah dari yang "buruk"
untuk menghasilkan karya yang otentik. Sebab belajar dari yang "baik"
hanya akan membuat Anda menjadi "pengikut".<br />
<br />
<div style="background-color: transparent; border: medium none; color: black; overflow: hidden; text-align: left; text-decoration: none;">
<br />
Selengkapnya baca di <a href="http://id.shvoong.com/how-to/writing/2159009-belajar-dari-karya-yang-gagal/">Shvoong</a>.</div>
<div style="background-color: transparent; border: medium none; color: black; overflow: hidden; text-align: left; text-decoration: none;">
<br /></div>
<div style="background-color: transparent; border: medium none; color: black; overflow: hidden; text-align: left; text-decoration: none;">
<br /></div>Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-2494702729399837632011-10-12T19:19:00.000-07:002012-01-30T04:39:05.017-08:00Sedikit Bermakna Lebih<br />
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Less is more”</i></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> By Ernest Hemingway</i></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">
Pemilihan kata
yang tepat. Sederhana dalam menuturkan sebuah cerita penting untuk mampu
menghasilkan tulisan yang diminati sekaligus berkualitas. Pembaca secara jamak
lebih tertarik membaca karya-karya pop dibandingkan sastra berat, dengan alasan
bahasanya yang luwes dan sederhana. </div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: justify;">
Menurut
Hemingway, penyederhanaan itu penting. Baca selengkapnya di Shvoong.</div>Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-41062261713545048192011-10-12T19:13:00.000-07:002012-01-30T04:32:42.335-08:00Penulis Sukses = Produktif!<div style="text-align: justify;">
</div>
<span class="commentbody"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Putu Wijaya -
Sastrawan Serba Bisa</i></span>
<br />
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="commentbody"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">Ia sudah menulis kurang
lebih 30 novel, 40 naskah drama, sekitar seribu cerpen, ratusan esei, artikel
lepas, kritik drama, skenario film, dan skenario sinetron. Setiap </i></span><span class="textexposedshow"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">sehari mampu
mengarang cerita 30 halaman dan menulis empat artikel.”</i></span></div>
<div>
</div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<span class="textexposedshow"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">(Fiksiku, Facebook,
22 Mei 2011)</i></span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<a href="http://www.facebook.com/fiksiku/posts/222216827804136"><i style="mso-bidi-font-style: normal;">http://www.facebook.com/fiksiku/posts/222216827804136</i></a></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<span style="font-family: "Times New Roman","serif";">Baca selengkapnya di Shvoong.</span>Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-75636218460654618652011-10-06T03:42:00.000-07:002012-01-30T05:01:53.022-08:00Kehati-hatian Sebagai Penulis PemulaDunia maya telah memberikan kita keleluasaan untuk menulis apapun yang ingin kita tulis. Tidak ada editor atau tim penyeleksi yang menentukan apakah tulisan kita cukup baik untuk dipublikasikan. Mungkin tanggapan pembaca yang dapat memberikan jawaban dari kualitas tulisan kita tersebut.<br />
<br />
Sebagai penulis pemula, tidak terkecuali penulis cerita fiksi. Menguasai sumber atau bahan yang ditulis adalah suatu keharusan. Karena bisa jadi kita akan terjebak pada kondisi kesalahan memberikan informasi kepada pembaca.<br />
<br />
Baca selengkapnya di <a href="http://id.shvoong.com/how-to/writing/2256267-kehati-hatian-sebagai-penulis-pemula/" target="_blank">Shvoong</a>.Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-64140783418908072752011-09-30T01:39:00.000-07:002011-09-30T01:40:04.112-07:00MimpiMimpi memang memicu adrenalin. Tapi jangan sampai terperangkap semata di dunia khayal. Aku nyaris mengurung potensiku sendiri dalam dunia khayal. Untungnya aku segera menyadari bahwa berusaha untuk memperbaiki masa lalu dengan memimpikan hadirnya mesin waktu hanya akan menjadi kenyataan tanpa maksud. Maka aku hanya mewujudkan utophia semata dalam hidupku.<br />
<br />
Mimpi itu harus jadi pemicu. Bukan pemadam.Mimpi itu harus menjadi api yang mengobarkan. Bukan seperti air yang memadamkan.Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-7782854332314929252011-07-13T03:59:00.000-07:002012-01-30T01:30:50.262-08:00Tips Menulis Flash Fiction<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify; text-indent: 1.0cm;">
Ruang yang terbatas untuk bercerita bagi <i style="mso-bidi-font-style: normal;">flash fiction</i> menuntut penulis untuk
mampu tetap menciptakan alur cerita yang mengalir dan saling terkait dari awal
hingga akhir. Beberapa tips sederhana untuk dapat menulis flash fiction lebih
mudah, sebagai berikut: </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Mengawali
Proses: Ibarat Jepretan Foto</b></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
Menulis Flash Fiction ibaratnya sebuah jepretan foto.
Kamu bisa melatih menulis flash fiction dari selembar foto. Ambillah sebuah
foto di pasar, lampu merah, di atas bis penuh sesak penumpang, penjual kaki
lima, atau antrian teller bank. Cobalah gambarkan dengan kata-kata sendiri yang
terjadi di balik selembar foto tersebut. Mudah-mudahan dengan bantuan tampilan
visual tersebut, kata-kata akan mengalir di atas kertas polos kamu. </div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: 200%; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
Selengkapnya baca di <a href="http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/2185919-tips-menulis-flash-fiction/">Shvoong</a></div>Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-81502920778341315622011-06-25T07:20:00.000-07:002012-01-30T01:30:24.022-08:00Fasilitas Bukanlah Kendala Menulis<i>“Kendala menulis letaknya bukan di fasilitas, melainkan di dalam jiwa kita.”</i><br />
<br />
<i>(Salim A. Fillah [1], dalam buku karangan Satria Nova, <b>Ternyata Menulis Itu Mudah dan Menghasilkan Uang</b>, 2011, halaman 28)</i><br />
<br />
Seringkali kita menunda kegiatan kita menulis dengan banyak sekali
mengatasnamakan tudingan terhadap fasilitas untuk menulis, karena tidak
punya komputer, buku literasi kurang, tidak ada modem, harus minjam
laptop teman, lagi tidak punya waktu luang, kamar terlalu berisik, dan
masih banyak rentetan alasan menyangkut kendala untuk menulis. <br />
<br />
<div style="background-color: transparent; border: medium none; color: black; overflow: hidden; text-align: left; text-decoration: none;">
<br />
Baca selengkapnya di <a href="http://id.shvoong.com/how-to/writing/2170615-fasilitas-bukanlah-kendala-menulis/">Shvoong</a>.<a href="http://id.shvoong.com/how-to/writing/2170615-fasilitas-bukanlah-kendala-menulis/#ixzz1QIVShMyq" style="color: #003399;"></a></div>Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-1349606837553019642011-06-25T07:14:00.000-07:002012-01-30T01:30:09.542-08:00Cerpen Sukses Tergantung Gaya Bahasa“Mungkin pula sebuah cerpen itu temanya sudah biasa , lumrah, dan jamak.
Tetapi dikarenakan dibungkus dengan gaya bahasa yang asyik, menjadikan
cerpen itu memiliki daya tarik bagi pembacanya.”<br />
(Gus tf Sakai [1], http://www.facebook.com/note.php?note_id=177414795650257 , 2011)<br />
<br />
Membaca karya Andrea Hirata, Padang Bulan dan Cinta Di Dalam Gelas,
membuatku terpukau dan terbawa arus perasaan yang mengharu-biru.
Walaupun Andrea Hirata belum pernah mempublikasikan cerpennya, tetapi
tiap bab dalam bukunya tersebut laksana cerpen yang mungkin berkembang
biak. Tema yang diusung novel ini terbilang sederhana dan sangat biasa,
yaitu cinta dan emansipasi wanita. Tetapi karena digarap dengan sangat
piawai oleh seorang yang ahli catur dan pekat budaya Melayu Belitong.
Kesan yang timbul kemudian adalah luar biasa!<br />
<br />
<div style="background-color: transparent; border: medium none; color: black; overflow: hidden; text-align: left; text-decoration: none;">
<br />
Baca selengkapnya di <a href="http://id.shvoong.com/how-to/writing/2170157-cerpen-sukses-tergantung-gaya-bahasa/">Shvoong</a>.</div>Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-16281344745842956092011-06-25T07:10:00.000-07:002012-01-30T01:29:36.494-08:00Sekilas Tentang Flash Fiction“Flash fiction dimaksudkan untuk dibaca sekejab (flash), atau sepuntungan rokok.”<br />
(Didik Wijaya, Apa Itu Flash Fiction?, 2006, www.escaeva.com)<br />
<br />
Flash fiction atau disebut juga sudden fiction, micro fiction, postcard
fiction atau pun short-short fiction. Jenis cerita rekaan ini tergolong
dalam sub-genre cerpen. Kriteria flash fiction sehingga membedakannya
dari cerpen adalah dari segi jumlah kata yang dipakai. Apabila cerpen
mencakup 2 ribu hingga 20 ribu kata, maka fiksi ini dibangun kurang dari
2 ribu kata. Kebanyakan flash fiction berkisar dari 100 hingga 1500
kata. <br />
<br />
<div style="background-color: transparent; border: medium none; color: black; overflow: hidden; text-align: left; text-decoration: none;">
<br />
Baca selengkapnya di <a href="http://id.shvoong.com/how-to/writing/2170136-sekilas-tentang-flash-ficton/">Shvoong</a>.</div>Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-31546025250644432862011-06-23T08:00:00.000-07:002011-06-23T08:00:16.600-07:00Kirim Naskah Ke Penerbit Pro-U MediaBagaimana cara mengirimkan naskah ke Pro-U Media?<br />
Naskah juga boleh dikirim melalui alamat e-mail: redaksi@proumedia.co.id.<br />
<br />
(Dokumen Grup Facebook Writing Revolution, Punya Ide Untuk Dibukukan?, 2011)<br /><br />
Semakin maraknya dunia kepenulisan nasional membuat pelaku bisnis pun
bertumbuhan bak jamur. Kesempatan ini pun tak luput dilirik oleh
Penerbit Pro-U Media yang berlokasi di Jalan Jogokariyan 35 Yogyakarta
55143.<br />
<br />
Penerbit Pro-U Media menfokuskan diri pada tema naskah yang mengandung
unsur-unsur keislaman. Beberapa tema yang menjadi daya tarik penerbit
ini meliputi tulisan yang menyangkut pengembangan diri, membahas
mengenai family, sejarah pergerakan Islam, dunia seputar remaja, novel,
panduan praktis, dan pembahasan mengenai ibadah.<br />
<br />
Baca selengkapnya di <a href="http://id.shvoong.com/how-to/writing/2170128-kirim-naskah-ke-penerbit-pro/">Shvoong</a>. <br />Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-40503142468253730522011-05-31T19:12:00.000-07:002012-01-30T01:29:01.404-08:00Pengkritik Versus Pengkarya<div style="text-align: justify;">
<i>Sementara, di rak sebelahnya, terdapat buku lesu penuh debu tanpa
jamahan tangan. Adalah karya abangku tersayang yaitu Mas Pram. Aku
pura-pura bertanya pada mereka (mayoritas anak muda) “Kenapa kalian
tidak baca buku mas pram?” Mereka mengerutkan jidat dan menjawab sambil
tertawa “Siapa ya? Pengarangnya gak kenal. Kata-katanya gak nyambung,
isinya gak berbobot, kolot!” Dari jawaban mereka paman merasa prihatin
dengan selera anak muda ini jaman.<br /><br />(Sebuah Komentar di Cerpen<b> Air matamu, Air mataku, Air mata kita </b>Karya Ayi Yufridar, ditulis ulang di http://cerpenkompas.wordpress.com/)</i><br />
<br />
Apakah benar pengkritik dan pengkarya itu satu jalur?<br />
Jawabannya,
tidak. Seperti perbandingan antara komentator sepakbola dan pemain
sepakbola, terkadang komentator sepakbola tidak sehebat pemain sepakbola
ketika bermain di lapangan hijau. Begitu pula perbandingan antara
pengamat politik dengan praktisi politik, keduanya bermain di ranah yang
berbeda, satu teoritis satu lagi realistis.<br />
<br />
Kalau bisa saya
sebut pengkarya adalah golongan kanan dan pengkritik adalah golongan
kiri. Seperti rel kereta api, mereka berjalan bersisian, namun tidak
akan pernah bertemu di ujung rel. Tetapi kekuatan mereka berdua mampu
menjalankan gerbong kereta api hingga sampai ke tujuan.</div>
<div style="background-color: transparent; border: medium none; color: black; overflow: hidden; text-align: justify; text-decoration: none;">
<br />
baca selengkapnya di <a href="http://id.shvoong.com/humanities/arts/2167521-pengkritk-versus-pengkarya/#">Shvoong</a></div>Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-49933759035594717462011-04-26T07:53:00.000-07:002012-01-30T04:59:52.008-08:00Pahami Tema Dengan Lebih Kreatif<br />
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Cerita
Dongeng yang masuk kebanyakan hanya seputar teknologi internet, HP dan
komputer. Padahal masih banyak teknologi tepat guna dalam keseharian. Kurang
kreativitas secara umum.”</i></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div align="right" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: right;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">(Sarikata.com, <a href="http://sarikata.com/pemenang-lomba-dongeng-sarikata-com-2011"><b>Pemenang Lomba Dongeng Sarikata.com 2011</b></a><span style="color: black;">)</span><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: black;"><br /></span></b></i></div>
<div align="right" style="margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; text-align: right;">
<br /></div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
Ternyata memahami sebuah tema dalam
lomba menulis itu sangat penting untuk menghasilkan sebuah cerita yang tepat,
menarik, dan sesuai dengan <a href="http://sarikata.com/pemenang-lomba-dongeng-sarikata-com-2011">kriteria penilaian juri</a>.</div>
<div>
</div>
<div style="margin: 0cm 0cm 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
Baca selengkapnya di <a href="http://id.shvoong.com/how-to/writing/2255395-pahami-tema-dengan-lebih-kreatif/" target="_blank">Shvoong</a>.Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-34044094866595947962011-04-14T21:36:00.000-07:002012-01-28T02:14:07.446-08:00Struktur Cerita Yang Proporsional<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">“Cerpenis-cerpenis pemula biasanya kurang
memperhatikan proporsionalitas struktur cerita. Banyak di antara mereka yang
berpanjang-panjang dalam menulis...”</i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm;">
<br /></div>
<div align="right" class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: right;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">(Helvy Tiana Rosa, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">Segenggam Gumam: Esai-esai Tentang Sastra
dan Kepenulisan</b>, 2003)</i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
Baca selengkapnya di <a href="http://id.shvoong.com/how-to/writing/2255346-struktur-cerita-yang-proporsional/" target="_blank">Shvoong</a>.Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-12383845432742619142011-04-14T21:22:00.000-07:002012-01-28T02:00:03.864-08:00Berlatih: Wajib Bagi Penulis!<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyg4GuHKvTBo_eblaBUFcaFL8ohbuNWi820XW0egRfU9nyTUyA9hkVBXSaovhNwhoWoqsmmfzysf6__UBzkMKLzcOqecB0gG-P-IHxl3hIieB-av8_n3IHouz4wF9YZzujue3OzN2eSh4/s1600/Writing-Rules.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyg4GuHKvTBo_eblaBUFcaFL8ohbuNWi820XW0egRfU9nyTUyA9hkVBXSaovhNwhoWoqsmmfzysf6__UBzkMKLzcOqecB0gG-P-IHxl3hIieB-av8_n3IHouz4wF9YZzujue3OzN2eSh4/s320/Writing-Rules.jpg" width="238" /></a></div>
<i style="mso-bidi-font-style: normal;"> “If you write every day, you get better at writing
every day,”</i><br />
<i> </i>
<br />
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto;">
<i style="mso-bidi-font-style: normal;">(<span class="description">situs </span></i><i><span style="font-family: "Calibri","sans-serif"; font-style: normal;">Knowledge Unlimited</span></i><span class="description"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"> (thekustore.com)</i></span><i style="mso-bidi-font-style: normal;">, <b style="mso-bidi-font-weight: normal;">The Only 12 1/2 Writing Rules
You’ll Ever Need- Poster</b> )</i></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></div>
Baca selengkapnya di <a href="http://id.shvoong.com/how-to/writing/2255344-berlatih-wajib-bagi-penulis/" target="_blank">Shvoong</a>.Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-57333788445844923192011-03-28T08:47:00.000-07:002012-01-28T01:59:26.688-08:00Pertarungan Jin Ifrit dan Jin Internet<div style="text-align: justify;">
</div>
<div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"></span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sebagai
seorang anak pimpinan jin yang ternama, Jin Ifrit Junior dititahkan sang ayah
untuk segera masuk Sekolah Dasar Jin. Alasan sang ayah mengutus Jin Ifrit
Junior ke sekolah adalah untuk segera menemukan cikal bakal generasi jin baru
yang diramalkan dukun para jin akan dapat menggantikan kedudukannya sebagai
Pemimpin Tertinggi para jin di masa depan. Mencemaskan kabar tersebut, sang
ayah menginginkan Jin Ifrit Junior agar dapat mengalahkan jin itu dan mengusirnya untuk
selama-lamanya dari negeri jin.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Singkat
cerita, Jin Ifrit Junior menugaskan para pesuruhnya untuk mencari informasi
mengenai Jin yang dimaksudkan sang ayah. Tidak membutuhkan waktu terlalu lama,
para pesuruh menemukan generasi jin baru yang menghebohkan negeri jin tersebut. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
Baca selengkapnya di <a href="http://id.shvoong.com/writing-and-speaking/self-publishing/2255337-pertarungan-jin-ifrit-dan-jin/" target="_blank">Shvoong</a>.Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com7tag:blogger.com,1999:blog-8935378912938497939.post-69026442878658397042011-03-27T10:34:00.000-07:002011-03-30T09:09:38.202-07:00Email dari Cinderella<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Apakah di surga ada siang atau malam, Ibu? Sebab Cinderella bingung harus memulai dengan kata “Selamat Pagi, Siang, atau
Malam.”</span></div>
<div>
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Tapi tak
mengapa lah. Cinderella hanya ingin menyampaikan pada Ibu kalau
hari ini Cinderella genap 10 tahun. Cinderella bahagia, Ibu. Walaupun Mama
tiri terkadang kejam pada Cinderella karena selalu menyuruh Cinderella
membersihkan halaman rumahnya yang luas itu, belum lagi mencuci, menyetrika,
dan memasak. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Tangan Cinderella
jadi luka-luka, Ibu. Ada luka karena pisau dapur, percikan minyak goreng panas,
ujung setrika karena Cinderella kurang pandai memakainya, belum lagi bekas
cubitan kedua kakak gendut dan kurus itu. Huh, sungguh menyebalkan! Rasanya Cinderella
ingin marah tapi Cinderella takut.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Cinderella rindu
Ibu. Hanya Ibu yang menyayangi Cinderella. Cinderella bosan di rumah. Cinderella ingin sekolah lagi. Semenjak Ibu ke surga, Mama tiri selalu melarang ke sekolah. Padahal Cinderella
sudah lama bisa membaca dan berhitung. Bahkan kali-kalian sudah Cinderella
hafal sampai kalian 10. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Sekarang, Cinderella juga telah pandai mengarang. Kalau Ibu
tidak percaya bacalah surat-surat Cinderella. Semua ditulis tangan Cinderella
sendiri tanpa dibantu siapapun, Cinderella diam-diam membuatnya. Awalnya Cinderella
tulis saja di kertas dengan pensil. Lalu teman tikus Cinderella memberitahukan bahwa
di negeri manusia terdapat sebuah kotak ajaib bernama internet. Kotak itu bisa
mengirimkan berbagai kabar berita ke seluruh dunia dalam sekejap mata, bisa
dibaca oleh jutaan orang bahkan yang tidak kita kenal dan tidak kita ketahui
alamatnya sekalipun. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Tiba-tiba
Cinderella berpikir, kenapa tidak dicoba saja mengirimkan surat kepada Ibu di
surga melalui internet? Mana tahu bisa sampai kepada ibu dan ibu kirimkan
balasannya kembali pada Cinderella. </span><br />
<br />
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dan, ketika Bibi Peri datang berkunjung
untuk mengucapkan selamat ulang tahun, tanpa banyak pikir Cinderella langsung
minta dihadiahkan internet saja. ^_^</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bibi Peri
tampaknya bingung dengan permintaan Cinderella. Kemudian Cinderella sampaikan
keinginan Cinderella untuk mengirimkan surat kepada Ibu di surga. Bibi Peri
tersenyum dan berpikir sejenak. Lalu dengan tongkat ajaibnya “Sim salabim!”
Kotak ajaib itu muncul di hadapan Cinderella. Sungguh menakjubkan!</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Bibi Peri
mengatakan kotak ajaib itu adalah komputer. Sementara internet itu semacam
saluran yang akan menghubungkan komputer kita dengan komputer-komputer lain
dari seluruh dunia. Cinderella berdecak kagum, Ibu. Sungguh luar biasa negeri
manusia!</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kata Bibi Peri,
di negeri manusia banyak sekali orang pintar dan hebat bahkan mungkin melebihi
kehebatan Bibi Peri, rahasianya adalah karena manusia sangat rajin belajar dan
berkarya. Karena itu manusia selalu mengalami perkembangan dari masa ke masa,
tidak seperti negeri dongeng yang selalu seperti itu dari abad ke abad. Mendengar
penjelasan Bibi Peri, Cinderella jadi semakin semangat untuk sekolah, Ibu. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Singkat
cerita, dengan bantuan Bibi Peri, Cinderella mengirimkan surat kepada Ibu melalui
internet. Semoga saja Ibu menerimanya! Itu doa Cinderella ketika itu. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Seminggu
kemudian ketika Cinderella mengecek kotak ajaib itu, tidak ada balasan dari
Ibu. Tetapi ajaibnya, banyak sekali balasan dari orang-orang tak dikenal yang
menghibur dan memberikan semangat buat Cinderella. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Cinderella
jadi terharu, Ibu. Kotak ajaib bernama internet itu telah mengirimkan banyak sekali
sahabat untuk menggantikan Ibu di surga. Sekarang, Cinderella tidak sedih lagi.
Cinderella sudah punya banyak sahabat yang berasal dari berbagai negara dari
segala penjuru dunia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Dan yang
lebih ajaib. Berkat internet, seorang sahabat mengirimkan utusannya ke negeri
dongeng untuk menemui Mama tiri. Utusan itu menyuruh Mama tiri agar tidak lagi
menyiksa Cinderella dan segera menyekolahkan Cinderella kembali, kalau tidak akan dimasukkan
penjara istana. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Mama tiri
sangat ketakutan mendengar ancaman dari utusan sahabat Cinderella tersebut. Setelah
itu, esok harinya Cinderella langsung dikirim lagi ke sekolah tempat kakak-kakak
tiri menimba ilmu. Sekarang, Cinderella juga sudah sekolah, Ibu. Cinderella akan
belajar yang rajin, biar bisa pintar seperti sahabat-sahabat Cinderella di
negeri manusia. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Kabar
gembira lainnya, sekarang mama tiri tidak lagi kasar kepada Cinderella. Mama
sangat baik dengan Cinderella apalagi Cinderella tetap rajin membantu sepulang
dari sekolah. Kakak-kakak tiri juga sayang dengan Cinderella, karena Cinderella
selalu menolong mereka mengerjakan PR dari sekolah. ^_^</span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: center;">
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">(selesai)</span></i></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<i><b><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">Catatan:</span></b></i></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<i><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;">e-mail: (Electronic
Mail) Surat yang dikirim melalui internet.</span></i></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br /><a href="http://www.blogger.com/goog_814545736"></a></span></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<a href="http://sarikata.com/lomba-menulis-cerita-anak-dongeng-sarikata-com-2011"><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 12pt;"><br /></span></a></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>
<div style="text-align: justify;">
</div>
<div class="MsoNormal" style="line-height: normal; text-align: justify;">
<br /></div>Mardiana Kapparahttp://www.blogger.com/profile/09567952535745091073noreply@blogger.com4