Selamat Datang ...

Cerita Gopek menyuguhkan fiksi mini (flash fiction) karya Mardiana Kappara yang mengandung tidak lebih dari 500 kata pada tiap cerita.


Jumat, 25 Januari 2013

Matamu

"Mana matamu?"
"Mataku?"
"Iya. Matamu."
"Bukannya di kepala."
"Tidak ada."
"Ah, masa."
"Lihatlah cermin kalau kau tidak percaya."
"Aah,... baru aku ingat. Tadi malam aku lepas. Karena mata ini isteriku tidak lagi percaya padaku. Katanya aku selingkuh mata dengan janda sebelah rumah. Tapi aneh, pas mataku itu tidak di kepala, isteriku malah menangis. katanya, mana matamu?... Lalu kujawab saja, sudah tidak lagi denganku, biar aku tidak lagi kau tuduh selingkuh mata. Tanpa mata aku kan tidak bisa selingkuh. Tambah keras dia menangis. Aneh bukan?"

(Selesai)

Kamis, 24 Januari 2013

Tendri


Seharusnya Tendri tidak lagi mengikutiku. Usiaku bukan lagi 8 tahun. Aku sudah cukup dewasa untuk berpikir realistis. Tidak perlu lagi teman khayalan, terutama untuk menyambut ulang tahunku yang ke-30. 

Tetapi pagi ini memang kurang aja. Tendri dengan wajah sengak, membangunkanku dari tidur. Sama sekali tanpa merasa dosa.
"Perawan tua! Bangun!" Teriaknya.
Otomatis aku tersentak kaget dari alam mimpi.
"Subuhmu sudah 3 jam lalu kau lewatkan. Jam berapa lagi kau akan bangun?" Ocehnya menarik selimutku dan melipatnya dengan kasar.
"Tendri?"
"Tidak usah pura-pura kaget. Kau memanggilku. Ada apa?"
Aku mengerutkan kening, "Aku tidak ..."
"Sudah lebih dari 20 tahun kau masih membutuhkan aku?"
Aku jadi kesal dengan gayanya, "Hei! Manusia planet! Aku tidak pernah memanggilmu. Lagi pula sekarang ulang tahunku yang ke-30 dan kau tiba-tiba datang seperti emak-emak yang sudah lama tidak merepet pada anaknya." Aku turun dari tempat tidur dan langsung mengambil peralatan mandi. Kubuka pintu kamar dan membiarkannya di dalam.

Sesaat di luar, aku tersadar dengan permohonanku tadi malam. Aku kembali masuk ke dalam kamar. "Aku tadi malam memang berdoa. Tapi aku tidak bermaksud memanggilmu. Aku meminta Tuhan mengirimkan aku laki-laki. Ya, seorang laki-laki..."
Tendri mengerutkan kening menatapku, "Laki-laki? Buat apa?"
Aku termenung. "Ah, sudahlah. Kau masih anak-anak. Kau tidak akan mengerti." Kuraih kembali gagang pintu. Bermaksud keluar.

Tiba-tiba bel rumah berbunyi.
"Ada tamu!" Teriak Tendri.
Aku tidak menyahut. aku bergegas menuju pintu ruang tamu dan menguaknya, Seorang lelaki berdiri di sana.
"Kamu Tantri?"
Lelaki itu terlalu tampan untuk dideskripsikan. Wajahnya khas lelaki. Rahang keras dan mata setajam elang.
"I-Iya,..."
"Ada paket," dia melirik buket bunga yang dibawanya. Mawar merah. Kata orang tanda cinta.
"Kirim paket?" tanyaku.
"Iya." dia menyerahkan buket bunga tersebut padaku. "Paketnya belum dibayar." Ujar lelaki itu lagi.
"Dibayar?"
"Iya. Tiga kali ciuman. Pipi kiri. Pipi Kanan. Dan satu kali di bibir." Ujarnya menunjuk pipi dan bibirnya.
Wajahku langsung dibuat merah, "Jangan kurang ajar ya!"
"Saya tidak kurang ajar. memang biasa begitu."
"Siapa yang mengirimkan paket ini?"
"Saya."
"Iya. Tapi oleh siapa?"
"Kan ada dipaketnya."
Kubaca data pengirim. Dan tertulis dengan jelas. TENDRI.
"Bukannya kau butuh laki-laki. Sudah aku paketkan laki-laki. Sekarang kau malah bingung. Kamu itu aneh, minta laki-laki kok sama aku." Tendri tiba-tiba muncul di sampingku.
"Laki-laki ini namanya Mario. Dia laki-laki khayalan. Seperti khayalanmu toh!" Ucap Tendri. Kutatap lelaki di depanku. Dia sebuah paket dari Tendri. Laki-laki khayalan yang selalu aku minta dalam mimpi. Kini menjelma jadi nyata.
"Kenapa bengong. Lelaki khayalanmu sudah datang. Terima dia apa adanya."
Aku terpaku. Diam.
"Pantas saja beberapa tahun ini aku tidak bisa tidur. Kau terus merengek padaku."
"Aku tidak pernah merengek padamu."
"Berapa lelaki yang sudah kau tolak demi menunggu kedatangan Mario?"
"Aku tidak pernah bermaksud,..."
"Tantri, Tantri, ... Sudah 30 tahun pun kau masih suka berkhayal dan mengada-ada. Memang ada teman khayalan yang nyata? Begitu juga lelaki khayalan. Wake up, girl! Jangan kebanyakan nonton film korea." Tendri menguap.
"Aku pulang. Kalau bisa jangan panggil aku lagi. Malu sama umur."
"Tendri!" Panggilku.
Tendri hanya mengangkat tangannya lalu menghilang.
Hanya ada aku dan entah apa juga ada Mario.

(Selesai)